Senin, 04 Oktober 2010

manejemen pemberdayaan masyarakat

MANAJEMEN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

pemberdayaan adalah upaya sadar untuk memerdekakan manusia dari kebodohan, kemelaratan, ketidakberdayaan dan kemiskinan. pada pengertian lain juga berarti suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuannya serta pengorganisasian masyarakat.

menurut pnpm, pemberdayaan merupakan upaya memulihkan atau meningkatkan keberdayaan suatu komunitas agar mampu berbuat sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggungjawab mereka sebagai komunitas manusia dan warga negara.

intinya, tujuan dari pemberdayaan adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat.

"jangan beri ikan, tapi beri pancing"

3 main point dalam pemberdayaan masyarakat:

  1. pengembangan kemampuan masyarakat. contohnya: kemampuan berkomunikasi, kemampuan berusaha, kemampuan bertani, kemampuan mencari informasi, kemampuan mengelola kegiatan masyarakat dan sebagainya
  2. perubahan perilaku masyarakat. perilaku masyarakat yang harus dirubah adalah perilaku yang merugikan serta menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat. beberapa contoh perilaku masyarakat: anak-anak seringkali tidak disekolahkan, rapat mengenai pengembangan desa hanya melibatkan kaum bapak, ibu-ibu hamil dilarang mengosumsi telur, dan sebagainya.
  3. pengorganisasian masyarakat. masyarakat diupayakan untuk dapat saling mengatur dalam melaksanakan kegiatan atau program yang mereka kembangkan. masyarakat membentuk panitia kerja, melakukan pembagian tugas, saling mengawasi, dan merencanakan kegiatan.
Tujuan Pemberdayaan:
pulihnya nilai-nilai manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai pribadi unik, merdeka dan mandiri. unik dalam konteks kemajemukan manusia, merdeka dari semua belenggu eksternal dan internal termasuk kemiskinan, serta mandiri, mampu menjadi programer bagi dirinya dan bertanggungjawab terhadap sesama.

Upaya Pemberdayaan:
  1. tingkat komunitas, dengan membangun kapasitas (organisasi, institusi, aturan main, manusia) dan mengembangkan potensi lingkungan. contohnya: komunitas geng motor, diberikan pengetahuan mengenai aturan lalu lintas, bagaimana pentingnya helm dan kaca spion, dan selanjutnya bisa memberdayakan anggota geng yang biasanya hanya bisa otak-atik motor menjadi mampu dan bisa membuat motor sendiri.
  2. tingkat nasional, dengan menciptakan iklim yang kondusif dengan regulasi.
Pendekatan Dalam Pemberdayaan
  • terarah dan memihak (targetted)
  • partisipasi (participatory)
  • bertumpu pada kelompok (based to community)
  • bertumpu pada nilai (based to value)
Perbedaan mendasar masyarakat sebelum dan sesudah diberdayakan:
sebelumnya bergantung pada pihak lain, sesudah mampu merdeka sebagai pribadi yang luhur.
sebelumnya reaktif, sesudah proaktif dan maju bersama
sebelumnya selalu menyalahkan pihak lain, sesudah pihak lain sebagai patner kerjasama
sebelumnya tidak bertanggung jawab, sesudahnya sudah mulai responsibel
sebelumnya bersifat sebagai objek, sesudahnya bersikap sebagai subjek

materi pertemuan 1
manejemen pemberdayaan masyarakat
Abdullah Sanusi, SE, MBA

-HANS BROWNSOUND

Minggu, 20 Juni 2010

Konsep Kepemimpinan Pamong Praja

KONSEP KEPEMIMPINAN PAMONG PRAJA

Sadu Wasistiono (1999) memberi definisi Pamong Praja adalah : Aparatur Pemerintah (pusat maupun daerah) yang dididik secara khusus untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan dengan kompetensi dasar Koordinasi, Kolaborasi dan Konsensus (3K) dalam rangka memberikan pelayanan umum serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Secara umum diperoleh sebuah pengertian bahwa : “Pamong Praja merupakan sebuah profesi umum (general profession)”. Konsekwensi logisnya profesi umum tersebut dapat masuk kemana-mana (tidak Spesifik) dan dapat dimasuki oleh siapapun yang berminat dan memenuhi syarat yang bersifat longgar.

Lebih lanjut dikatakan Pamong Praja untuk menjadi sebuah profesi yang utuh dan mandiri disyaratkan:

a. Disiapkan melalui pendidikan khusus;

b. Mengembangkan pekerjaan dan kariernya melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat khusus berkaitan dengan pendidikannya;

c. Tergabung dalam sebuah organisasi profesi;

d. Terikat pada kode etik.

Pamong praja merupakan perangkat pusat maupun daerah mempunyai tugas pokok yang meliputi :

1. Pembinaan ketentraman dan ketertiban;

2. Pembinaan politik dalam negeri;

3. Koordinasi;

4. Pengawasan;

5. Tugas Residual.

Tugas pokok semacam ini akan mengalami pasang naik dan pasang surut seiring dengan perubahan masyarakat maupun pemerintah. Dalam hal ini Pamong Praja dituntut untuk mengetahui bagaimana menghadapi kejutan-kejutan, pengecualian-pengecualian (anomalies), bekerja secara spontan dan kreatif, berani menempuh resiko dan menciptakan kolaborasi dengan orang lain. Dengan demikian profesi Pamong Praja dituntut untuk mampu mengantisipasi segala perubahan yang terjadi.

Dengan melihat tugas pokok dan fungsi semacam itu maka diperlukan kepemimpinan Visioner bagi Pamong Praja yaitu pemimpin yang akan mewujudkan kepemerintahan yang baik, memiliki visi mau dibawa ke mana tugas-tugas pekerjaan yang diamanatkan kepadanya, serta memenuhi syarat berakhlak bersih dan memiliki moral yang baik. Pemimpin visioner yaitu pemimpin yang mampu melihat jauh kedepan yang berskala nasional maupun global serta mampu action dengan kearifan local (Thoha, 1997 : 112).

Pemimpin yang bermoral dan berakhlak yang baik ditandai :

1. Bersih akidah,

2. Memiliki akhlak mulia;

3. Memiliki tujuan hidup yang benar;

4. Memperoleh harta dengan cara yang benar menurut hukum dan agamanya;

5. Bersih pergaulan social.

Mengapa Pimpinan Pamong Praja harus pemimpin yang Visioner, pada abad 21 diasumsikan terjadi hal-hal sebagai berikut :

1. Masyarakat akan semakin maju, terdidik dan modern dengan ciri-ciri : lebih terbuka, kritis dan demokratis;

2. Penghidupan masyarakat akan semakin tersegmentasi pada spesialisasi fungsi yang semakin lama makin tajam;

3. Organisasi pemerintah akan lebih condong berbentuk fungsional daripada berbentuk kerucut hierarkhial;

4. Akan terdapat kesenjangan kualitas antara organisasi pemerintah ditingkat pusat dengan tingkat daerah;

5. Masyarakat akan semakin menuntut pelayanan yang berkualitas dari para penyelenggara Negara;

6. Kegiatan pemerintah akan lebih didasari oleh pertimbangan ekonomis dari pada pertimbangan politis;

7. Batas-batas Negara akan menjadi kabur karena adanya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi;

8. Keterbukaan pada sisi lain justru akan memperkuat primordialisme (Manila, 1997 : 6-7).

Pada dasarnya Profesi Pamong Praja adalah profesi yang dipersiapkan untuk menjadi Pemimpin (Leader) dan sekaligus kepala/manajer (leadship). Kondisi di Indonesia dewasa ini masyarakat menuntut pigur pimpinan yang :

a. Mengabdi pada rakyat dengan setulus hati;

b. Jujur dalam perkataan dan perbuatan;

c. Mampu menunjukan keterbukaan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan rakyat;

d. Memiliki kedekatan emosional dan rasional dengan rakyat;

e. Dapat menjalin hubungan yang menunjang perkembangan dan pertumbuhan yang dinamis dengan masyarakat.

Menurut Gaspersz (1997 : 197) pigur yang cocok untuk memenuhi tuntutan masyarakat seperti itu maka Pamong Praja harus mampu menjadi sosok pemimpin/ kepemimpinan transformasional, yang memiliki karakteristik :

1. Memiliki visi yang kuat;

2. Memiliki peta tindakan (map for action);

3. Memiliki kerangka untuk visi (frame for the vision);

4. Memiliki kepercayaan diri (self confidence);

5. Berani mengambil resiko;

6. Memiliki gaya pribadi inspirasional;

7. Memiliki kemampuan merangsang usaha-usaha individual;

8. Memiliki kemampuan mengidetifikasi manfaat-manfaat.

Karakteristik sosok kepemimpinan transformasional ini menjadi begitu penting mengingat visi Pamong Praja abad 21, adalah sebagai berikut :

1. Profesionalisme korps Pamong Praja sudah lebih meningkat dengan kerakteristik utama berupa pemberian pelayanan kepada masyarakat;

2. Koordinasi menjadi alat utama guna meningkatkan efisiensi pemberian pelayanan kepada masyarakat;

3. Mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang bersifat umum (generalis) sekaligus juga memiliki keahlian khusus (spesialisasi) yang bisa diandalkan;

4. Memiliki semangat dan jiwa kewiraswastaan guna untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;

5. Memiliki kemampuan bernegosiasi yang telah menjadi satu keahlian Korps Pamong Praja yang dapat ditonjolkan;

6. Menjalankan kepemimpinan yang bersifat mengayomi, adil dan jujur serta berakhlak yang baik tanpa cacat;

7. Mengutamakan kualitas kerja dan kualitas pelayanan prima kepada masyarakat;

8. Mempunyai strategic Vision dalam mengantisipasi perubahan pemerintahan maupun masyarakat yang semakin cepat dan mengalami pasang surut (Giroth, 2004 : 31).

KONSEP KEPEMIMPINAN PAMONG PRAJA

Sadu Wasistiono (1999) memberi definisi Pamong Praja adalah : Aparatur Pemerintah (pusat maupun daerah) yang dididik secara khusus untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan dengan kompetensi dasar Koordinasi, Kolaborasi dan Konsensus (3K) dalam rangka memberikan pelayanan umum serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Secara umum diperoleh sebuah pengertian bahwa : “Pamong Praja merupakan sebuah profesi umum (general profession)”. Konsekwensi logisnya profesi umum tersebut dapat masuk kemana-mana (tidak Spesifik) dan dapat dimasuki oleh siapapun yang berminat dan memenuhi syarat yang bersifat longgar.

Lebih lanjut dikatakan Pamong Praja untuk menjadi sebuah profesi yang utuh dan mandiri disyaratkan:

a. Disiapkan melalui pendidikan khusus;

b. Mengembangkan pekerjaan dan kariernya melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat khusus berkaitan dengan pendidikannya;

c. Tergabung dalam sebuah organisasi profesi;

d. Terikat pada kode etik.

Pamong praja merupakan perangkat pusat maupun daerah mempunyai tugas pokok yang meliputi :

1. Pembinaan ketentraman dan ketertiban;

2. Pembinaan politik dalam negeri;

3. Koordinasi;

4. Pengawasan;

5. Tugas Residual.

Tugas pokok semacam ini akan mengalami pasang naik dan pasang surut seiring dengan perubahan masyarakat maupun pemerintah. Dalam hal ini Pamong Praja dituntut untuk mengetahui bagaimana menghadapi kejutan-kejutan, pengecualian-pengecualian (anomalies), bekerja secara spontan dan kreatif, berani menempuh resiko dan menciptakan kolaborasi dengan orang lain. Dengan demikian profesi Pamong Praja dituntut untuk mampu mengantisipasi segala perubahan yang terjadi.

Dengan melihat tugas pokok dan fungsi semacam itu maka diperlukan kepemimpinan Visioner bagi Pamong Praja yaitu pemimpin yang akan mewujudkan kepemerintahan yang baik, memiliki visi mau dibawa ke mana tugas-tugas pekerjaan yang diamanatkan kepadanya, serta memenuhi syarat berakhlak bersih dan memiliki moral yang baik. Pemimpin visioner yaitu pemimpin yang mampu melihat jauh kedepan yang berskala nasional maupun global serta mampu action dengan kearifan local (Thoha, 1997 : 112).

Pemimpin yang bermoral dan berakhlak yang baik ditandai :

1. Bersih akidah,

2. Memiliki akhlak mulia;

3. Memiliki tujuan hidup yang benar;

4. Memperoleh harta dengan cara yang benar menurut hukum dan agamanya;

5. Bersih pergaulan social.

Mengapa Pimpinan Pamong Praja harus pemimpin yang Visioner, pada abad 21 diasumsikan terjadi hal-hal sebagai berikut :

1. Masyarakat akan semakin maju, terdidik dan modern dengan ciri-ciri : lebih terbuka, kritis dan demokratis;

2. Penghidupan masyarakat akan semakin tersegmentasi pada spesialisasi fungsi yang semakin lama makin tajam;

3. Organisasi pemerintah akan lebih condong berbentuk fungsional daripada berbentuk kerucut hierarkhial;

4. Akan terdapat kesenjangan kualitas antara organisasi pemerintah ditingkat pusat dengan tingkat daerah;

5. Masyarakat akan semakin menuntut pelayanan yang berkualitas dari para penyelenggara Negara;

6. Kegiatan pemerintah akan lebih didasari oleh pertimbangan ekonomis dari pada pertimbangan politis;

7. Batas-batas Negara akan menjadi kabur karena adanya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi;

8. Keterbukaan pada sisi lain justru akan memperkuat primordialisme (Manila, 1997 : 6-7).

Pada dasarnya Profesi Pamong Praja adalah profesi yang dipersiapkan untuk menjadi Pemimpin (Leader) dan sekaligus kepala/manajer (leadship). Kondisi di Indonesia dewasa ini masyarakat menuntut pigur pimpinan yang :

a. Mengabdi pada rakyat dengan setulus hati;

b. Jujur dalam perkataan dan perbuatan;

c. Mampu menunjukan keterbukaan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan rakyat;

d. Memiliki kedekatan emosional dan rasional dengan rakyat;

e. Dapat menjalin hubungan yang menunjang perkembangan dan pertumbuhan yang dinamis dengan masyarakat.

Menurut Gaspersz (1997 : 197) pigur yang cocok untuk memenuhi tuntutan masyarakat seperti itu maka Pamong Praja harus mampu menjadi sosok pemimpin/ kepemimpinan transformasional, yang memiliki karakteristik :

1. Memiliki visi yang kuat;

2. Memiliki peta tindakan (map for action);

3. Memiliki kerangka untuk visi (frame for the vision);

4. Memiliki kepercayaan diri (self confidence);

5. Berani mengambil resiko;

6. Memiliki gaya pribadi inspirasional;

7. Memiliki kemampuan merangsang usaha-usaha individual;

8. Memiliki kemampuan mengidetifikasi manfaat-manfaat.

Karakteristik sosok kepemimpinan transformasional ini menjadi begitu penting mengingat visi Pamong Praja abad 21, adalah sebagai berikut :

1. Profesionalisme korps Pamong Praja sudah lebih meningkat dengan kerakteristik utama berupa pemberian pelayanan kepada masyarakat;

2. Koordinasi menjadi alat utama guna meningkatkan efisiensi pemberian pelayanan kepada masyarakat;

3. Mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang bersifat umum (generalis) sekaligus juga memiliki keahlian khusus (spesialisasi) yang bisa diandalkan;

4. Memiliki semangat dan jiwa kewiraswastaan guna untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;

5. Memiliki kemampuan bernegosiasi yang telah menjadi satu keahlian Korps Pamong Praja yang dapat ditonjolkan;

6. Menjalankan kepemimpinan yang bersifat mengayomi, adil dan jujur serta berakhlak yang baik tanpa cacat;

7. Mengutamakan kualitas kerja dan kualitas pelayanan prima kepada masyarakat;

8. Mempunyai strategic Vision dalam mengantisipasi perubahan pemerintahan maupun masyarakat yang semakin cepat dan mengalami pasang surut (Giroth, 2004 : 31).

Tipe dan Pendekatan Kepemimpinan

KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN

Tipe Kepemimpinan

Beberapa pakar menyebutkan bahwa type kepemimpinan identik dengan gaya kepemimpinan sehingga dalam literaturnya tidak kita temui type kepemimpinan ini. Untuk menambah wawasan kita maka perlu kita kutip beberapa type kepemimpinan sebagaimana dikemukakan oleh Kartini Kartono; yang menyatakan ada kelompok sarjana lain yang membagi tipe kepemimpinan sebagai berikut :

  • Tipe Karismatis; Pemimpin tipe ini memiliki kekuatan energy, daya tarik dan wibawa luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, dia dianggap mempunyai kekuatan gaib dan mempunyai kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperoleh dari Yang Maha Kuasa. Dia banyak memiliki inspirasi, keberanian, dan keyakinan teguh pada pendirinya. Totalitas kepribadiannya memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar. Tokoh- tokoh besar semacam ini antara lain : Nabi Mohammad, Jengis Khan, Hitler, Sukarno, Gandi dll.

  • Tipe Paternalistik; Pemimpin tipe ini bersifat kebapakan yang memiliki sifat-sifat a.l: Menganggap bawahan sebagai orang yg belum dewasa atau anak sendiri yang perlu dikembangkan;
Menganggap bawahan sebagai orang yg belum dewasa atau anak sendiri yang perlu dikembangkan;
Bersikap terlalu melindungi;
Jarang memberi kesempatan pada anak buah untuk mengambil keputusan sendiri;
Jarang memberi kesempatan pada anak buah untuk berinisiatif, berimajinasi dan mengembangkan kreatifitas;
Bersikap maha tahu dan maha benar;

  • Tipe Militeristik; Pemimpin tipe ini sifatnya sok kemiliter-militeran, hanya gaya luarnya saja yang mencontoh gaya militer, namun ini beda dengan kepemimpinan organisasi militer (tokoh militer). Adapun sifat-sifat pemimpin yang tipe militeristik a.l :
Sering menggunakan system perintah / komando, terhadap bawahan sangat keras, kaku, dan kurang bijaksana;
Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan;
sangat menyenangi formalitas, upacara dan tanda-tanda kebesaran yg berlebihan;
Menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahan;
Tidak menghendaki saran, usul dan kritik dari bawahan;
Komunikasi hanya berlangsung satu arah dari atas ke bawah.


  • Tipe Otokratis; Outos = sendiri, kratos = kekuasan/kekuatan; Jadi otokrat berarti = penguasa absolut. Pemimpin tipe ini mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi, dengan sifat-sifat sebagai berikut :
Selalu ingin berperan menjadi pemain tunggal, berambisi sekali merajai situasi;
Setiap perintah dan kebijakan yang ditetapkannya tanpa konsultasi atau minta saran bawahan;
Tidak pernah memberi informasi yang detail mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan;
Semua pujian dan kritikan terhadap bawahan atas pertimbangan subyektivitas pimpinan sendiri;
Bersikap inklusif dan memisahkan diri dari bawahan;
Sikap dan prinsipnya sangat konservatif/kuno, dan ketat serta kaku;
Mempertahankan prinsip-prinsip : business, efektivitas dan efisiensi dan hal-hal yang Zakelijk;
Berorientasi pada struktur dan tugas-tugas;
Menyukai tipe bawahan yang hamba nan setia.


  • Tipe Laissez Faire; Ini adalah tipe pemimpin yang menyerahkan semua urusan dan tanggung jawab kepada anak buah, pemimpin hanya sebagai simbul dengan berbagai macam hiasan dan ornament yang mentereng. Pimpinan tipe ini memiliki sifat-sifat a.l:
Tidak menguasaan pekerjaan;
Karakternya lemah tidak punya pendirian dan prinsip;
Tidak mampu mengkoordinasikan semua jenis pekerjaan;
Tidak berdaya menciptakan suasana kooperatif.
Dari sifat-sifat itu dapat diketahui bahwa pemimpin tipe ini sebenarnya bukan pemimpin dalam arti yang sebenarnya. Sehingga tidak mempunyai wibawa, pengaruh terhadap anak buah.praktis bawahan acuh tak acuh dan praktis bawahan tidak terbimbing dan tidak terkontrol, tanpa disiplin, masing-masing orang bekerja semau sendiri dengan irama dan tempo “semau gue”


  • Tipe Populistis; Tipe pemimpin ini menurut Peter Worsley adalah : pemimpin yang dapat membangunkan solidaritas rakyat. Misalnya Soekarno dengan ideology marhenismenya. Yang menekankan masalah : Kesatuan Nasional, Nasionalisme dan sikap yang berhati-hati terhadap kolonialisme dan penindasan serta penguasan oleh kekuatan asing. Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisional dan mengutamakan nasionalisme.

  • Tipe Administratif atau Eksekutif; Pemimpin tipe ini adalah pemimpin yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif, yang terdiri dari para teknokrat dan administrator yang mampu menggerakan dinamika modernisasi dan pembangunan. Dengan demikian dapat dibangun system administrasi dan birokrasi yang efisien untuk memantapkan integritas bangsa kususnya dan usaha pembangunan pada umumnya.
Kepemimpinan tipe ini memiliki sifat-sifat antara lain :
Menguasai teknologi;
Inovatif dan kreatif;
Selalu memperhitungkan efisiensi dan efektifitas;
Menggerakan bawahan dengan menggunakan manajemen modern;
Selalu memperhatikan perkembangan sosial masyarakat.


  • Tipe Demokratis atau sering juga disebut Kepemimpinan Group Developer; Kepemimpinan tipe ini berorientasi pada manusia yang memiliki kesetaraan dan memberi bimbingan yang efisien kepada semua pengikut. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan dengan penekanan pada tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan Demikratis ini bukan terletak pada “person atau individu pemimpin” akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap orang yang ada dibawahnya. Menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan saran, pendapat dan bahkan nasehat bawahan. Juga mau mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing, mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat dan kondisi yang tepat.
Kepemimpinan Demokratis biasanya berlangsung secara mantap, dengan adanya gejala-gejala :
Organisasi dengan segenap bagian-bagiannya berjalan lancar, sekalipun pemimpin tersebut tidak ada dikantor;
Otoritas sepenuhnya didelegasikan pada bawahan dan masing-masing orang menyadari tugas dan tanggung jawabnya, senang dan puas dengan tugas dan tanggung jawabnya;
Diutamakan tujuan-tujuan kesejahteraan pada umumnya dan kelancaran kerja sama dari setiap bawahan;
Dengan demikian pemimpin berfungsi sebagai kasalisator untuk mempercepat dinamisme dan kerja sama, demi tercapainya tujuan organisasi dengan cara yang paling cocok dengan jiwa kelompok dan situasinya.


Pendekatan Kepemimpinan

Dalam melaksanakan kepemimpinan seorang pemimpin agar dapat mempengaruhi bawahan atau pengikutnya harus tepat dalam menggunakan pendekatan (approach) yang tentunya harus disesuaikan keadaan dan kondisi bawahan atau pengikutnya maupun situasi yang melatar belakanginya. Salah satunya teori Strauss yang menyatakan ada 5 pendekatan yang dapat digunakan, yaitu :

  • Be strong Approach (Pedekatan kekuasaan); Dalam pendekatan ini pemimpin menonjolkan kekuatan yang ada padanya, mengedepankan kewenangan yang ada padanya tanpa memper hatikan bagaimana kondisi bawahan saat ini. Biasanya pendekatan ini diterapkan dalam kepemimpinan militer yang memerlukan ketegasan, ketegaan, kecepatan dan ketepatan.
  • Be Good Approach (Pedekatan Pemanjaan); Dalam pendekatan ini pemimpin lebih banyak mengikuti apa maunya bawahan kemudian mengarahkan pada tujuan yang ingin dicapai bersama. Tentunya kepemimpinan seperti memerlukan kesabaran, ketekunan, keuletan serta banyak berkorban sehingga akhirnya bawahan dapat dibawa pada tujuan yang sebenarnya.
  • Competition Approach (Pendekatan kompetisi); Dalam pendekatan ini digunakan bila pengikutnya adalah orang-orang yang terdidik, orang-orang professional dibidangnya yang terbatas job yang tersedia sehingga harus dilakukan penempatan secara jujur dan adil, atau bawahanya adalah orang-orang yang perlu tantangan yang tidak mudah puas dengan keadaan.
  • Internalized Motivation (Pendekatan Motivasi/dorongan); Dalam pendekatan ini pemimpin harus pandai melihat pada setiap pribadi bawahan apa kebutuhannya, apa minatnya, apa kesukaan atau hobinya. Dengan mampu melihat kebutuhan bawahan maka pemimpin dapat menentukan motivasi apa yang akan diberikan kepada masing-masing orang (misalnya; tambahan gaji, waktu cuti yang lebih lama, fasilitas kantor dsbnya);
  • Implicit Bargaining (Perjanjian). Dalam pendekatan ini antara atasan dan bawahan ada kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, bila bawahan berhasil memenuhi perjanjianya maka kewajiban pimpinan memenuhi apa yang menjadi hak bawahan sebaliknya bila tidak maka pimpinan tidak ada kewajiban memenuhi hak-hak bawahan;


Teori lain mengatakan beberapa pilihan bagi pemimpin untuk menerapkan pendekatan yang digunakan dalam kepemimpinanya, yaitu :
  • Pendekatan Kemanusiaan; Dalam penerapan pendekatan ini pimpinan menyadari pada diri bawahan sebagai manusia memiliki, perasaan, pikiran, dan keterbatasan-keterbatasan sehingga pemimpin harus serius memperhatikan hak azasi manusia, memperhatikan kebutuhan, perasaan, jalan pikiran para bawahanya.
  • Pendekatan Pertukaran; Dalam pendekatan ini sama dengan pendekatan perjanjian antara atasan dan bawahan ada kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, bila bawahan berhasil memenuhi tugasnya maka kewajiban pimpinan memenuhi apa yang menjadi hak bawahan sebaliknya bila tidak maka pimpinan tidak ada kewajiban memenuhi hak-hak bawahan;
  • Pendekatan Sosiologis; Pendekatan ini lebih memperhatikan apa yang menjadi nilai-nilai kebaikan secara umum dalam masyarakat, budaya masyarakat, adat istiadat masyarakat. Sehingga pemimpin tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan budaya dan adat masyarakat yang dipimpimnya, dengan komitmen dengan itu dukungan dari orang dipimpin akan tetap konsisten.
  • Pendekatan Psikologis; Dalam pendekatan ini pimpinan harus peka terhadap suasana kejiwaan, suasana hati setiap orang yang dipimpinya, peka terhadap lingkungan dimana para bawahan tinggal. Dengan mengetahui suasana jiwa dan hati para bawahan pemimpin tahu apa yang harus dilakukan terhadap masing-masing bawahanya sehingga bawahan ambil bagian dalam mencapai tujuan pimpinan tersebut.
  • Pendekatan Suportif; Dalam pendekatan ini pemimpin harus pandai melihat pada setiap pribadi bawahan apa kebutuhan dan cita-citanya. Dengan mampu melihat kebutuhan dan apa yang akan diraih bawahan maka pemimpin dapat menentukan motivasi apa dan dukungan apa yang akan diberikan kepada masing-masing orang yang menjadi bawahannya (misalnya; fasilitas kantor, pendidikan dan kesempatan lain meraih cita-citanya dsbnya);
  • Pendekatan Lingkungan. Dalam Pedekatan ini pimpinan harus memperhatikan kondisi lingkungan baik lingkungan fisik maupun non fisik dari bawahan yang dipimpinnya. Lingkungan fisik antara lain, tempat tinggalnya (layak tidak layak,jauh/dekat) tempat dan peralatan kerjanya( tepat/tidak tepat, aman/tidak aman,cukup/tidak cukup, konvesional/canggih). Lingkungan non fisik antara lain : Komunikasi antar karyawan (baik/tidak baik), budaya kerja (efektif/tidak, menunjang kemajuan / tidak, menguntungkan/ tidak menguntungkan), Penempatan dalam jabatan (transparan/tidak, adil/tidak adil, berdasarkan keahlian/tidak dsbnya).

Sabtu, 22 Mei 2010

hello :)

hello


welcome to second blog of:
HANS BROWNSOUND
blog ini didedikasikan untuk sharing ilmu, khususnya ilmu pemerintahan
semoga bisa membantu temen-temen semua


Photobucket
just enjoy ;)




 
Template by hansbrownsound